Selasa, 14 Oktober 2014

Makalah Jual beli, Pinjam meminjam dan sewa menyewa



 


TUGAS MAKALAH
  Jual Beli, Pinjam-meminjam, dan Sewa-menyewa
                                                    Mata Kuliah  : Fiqih Muamalah
                                                              Dosen             : Hari Yuniardi, M.Ag


Di Susun Oleh
KELOMPOK- II
    Ida Hamida
Leni Syarifathu Saniah
Iis Fatimah
Neng Dedeh Komilah
Ayi Noerdin



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
BAITUL ARQOM AL-ISLAMI
                                                              BANDUNG 2014-2015
Lemburawi Km.09 Ciparay Tlp/Fax. (022)85962223-081320326930
                 Website : www.stai-baitularqom.com Email : admin@stai-baitularqom.com



 

KATA PENGANTAR

Puji syukur  penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT yang mana atas rahmat dan karunia_Nya sehingga selesailah makalah ini. Di dalam makalah ini penulis membahas tentang  “Jual Beli, Pinjam Meminjam dan Sewa Menyewa”
    Tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing dan juga teman-teman sekalian.Adapun makalah ini penulis buat berdasarkan informasi yang ada.
Makalah ini sudah barang tentu jauh dari sempurna. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini. Tidak luput kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua..

                                                                                   Penyusun,  September 2014




 

                                   BAB I     

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

     Manusia adalah makhluk sosial, yakni tidak dapat hidup sendiri dan selalu  membutuhkan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Terutama dalam hal muamalah, seperti jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa hingga urusan utang piutang maupun usaha- usaha yang lain, baik dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum.Namun sering kali dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui kecurangan-kecurangan dalam urusan muamalah ini, seperti riba yang sangat meresahkan dan merugikan masyarakat.Untuk menjawab segala problema tersebut, agama memberikan peraturan dan pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kita yang telah diatur sedemikian rupa dan termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits, dan tentunya untuk kita pelajari dengan sebaik-baiknya pula agar hubungan antar manusia berjalan dengan lancar dan teratur. Oleh karena itu, dalam makalah ini, sengaja kami bahas mengenai jual beli, pinjam meminjam dan sewa menyewa karena ketiganya sangat kental dengan kehidupan masyarakat.

B.     Rumusan Masalah

·         Apakah pengertian jual beli,pinjam meminjam dan sewa menyewa  menurut islam

·         Apa hukum dari jual beli,pinjam meminjam dan sewa menyewa

·         Apa saja syarat-syarat dan rukun dalam jaual beli,pinjam meminjam dan sewa menyewa

·         Apa hikmah yang dapat kita ambil dari jual beli,pinjam meminjam dan sewa menyewa

C.    Tujuan

·         Untuk mengetahui pengertian dari jual beli,pinjam meminjam dan sewa menyewa

·         Untuk mengetahui hukum dari jual beli,pinjam meminjam,dan sewa menyewa

·         Untuk menjelaskan syarat dan rukun dalam jual beli,pinjam meminjam dan sewa menyewa

·         Untuk mengambil hikmah dari jual beli,pinjam meminjam dan sewa menyewa

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. JUAL BELI

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli menurut bahasa disebut البيع, secara bahasa berarti اعطاءشيءفىمقابلةشيء (memberikan sesuatu untuk ditukar dengan sesuatu).
Adapun menurut istilah syara’ adalah:
مقابلة مال بما ل قابلين للتصرف بايجاب وقبول على الوجه المأذ ون فيه
“Menukar suatu barang dengan barang (alat tukar yang syah) dengan  ijab qabul dan berdasarkan suka sama suka.”
Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa jual beli harus dilakukan berdasarkan suka sama suka.
…لاتأكلوااموالكم بينكم با لباطل الا ان تكون تجارة ان تكون تجارة ان تراض منكم…
Artinya: “…Janganlah kamu makan harta yang ada di antara kamu dengan jalan batal, melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka….”(QS. An Nisa’: 29)

2.   Hukum Jual Beli

Jual beli hukum asalnya jâiz atau mubah/boleh (halal) berdasarkan dalil dari al-Quran, hadis dan ijma’ para ulama.
…لاتأكلوااموالكم بينكم با لباطل الا ان تكون تجارة ان تكون تجارة ان تراض منكم…
Artinya: “….janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu….. “ (QS. An Nisa’29)

3.  Syarat Jual Beli
A. Penjual dan Pembeli
  1. Berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
2.      Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa).
  1. Tidak mubazir (pemboros)
B. Uang dan Benda yang di beli
  1. Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak.
  2. Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyia-nyiakan (memboroskan) harta yang terlarang.
  3. Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan yang masih berada ditangan yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab semua itu mengandung tipu daya (kecohan).
  4. Barang itu diketahui oleh si penjual dan si pembeli. Zat, bentuk, kadar (ukuran), dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara penjual dan pembeli keduanya tidak saling kecoh-mengecoh.

4.Rukun Jual Beli

1. akad (ijab Kabul),
2. orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli),
3.  ma’kud alaib (objek akad).

5. Jual Beli Yang Dilarang

a.  Terlarang karena kurang syarat atau rukun
-  Jual beli system ijon (belum jelas barangnya)
Jual beli ini dilarang karena barang yang akan dibeli masih samar.
عن بيع الثما رحتى يبد وصلا حيامتفق عليهعن ابن مر نهى النبى ص م
“dari Ibnu Umar ra. Nabi saw melarang jual beli buah-buahansehingga nyata baiknya buah itu”.(Muttafaq ‘alaih)
-  Jual beli anak binatang ternak yang masih di dalam kandungan
Jual beli ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak tampak juga.
-  Jual beli sperma hewan
Jual beli sperma hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina, agar dapat memperoleh turunan.
رواه مسلمعن بيع فضل الماءنهى رسول الله ص معن جابربن عبدالله قا ل
“Rasulullah saw telah melarang jual beli air jantan binatang.”(HR. Muslim).
-  Jual beli barang yang belum dimiliki
رواه احموالبيهقىم:قال رسول الله ص د لا تبيعن شيأ استريته حتى تقبضه
Artinya: “Nabi saw telah bersabda janganlah engkau menjual sesuatu yang baru saja engkau beli sehingga engkau menerima (memegangbarang itu)”. (HR. Ahmad Baihaqi).
b. Jual beli yang sah tetapi terlarang
- Jual beli pada waktu khutbah/sholat Jum’at bagi laki-laki.
- Jual beli dengan niat untuk ditimbun saat masyarakat membutuhkan
قال رسول الله ص م لا يختكر الا خا طىءمسلم
“Rasulullah saw telah bersabda tidaklah seseorang menimbun barang kecuali orang yang durhaka”. (HR. Muslim).
-          Jual beli yang tidak mengetahui harga pasar
-          Jual beli yang masih dalam tawaran orang lain
-          Jual beli untuk kemaksiatan

6.  Hikmah Jual Beli

Allah mensyari’atkan jual beli sebagai penberian keluangan dan keleluasaan dari-NYA untuk hamba-hamba-NYA, yang  membawa hikmah bagi manusia diantaranya:
  1. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.
  2. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan.
  3. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau secara bathil.
  4. Penjual dan pembeli sama-sama mendapat rizki Allah
  5. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan

B. Pinjam Meminjam

1. Pengertian

Ariyyah atau ariyah nama barang pinjaman dan nama suatu aqad yang berupa memberikan wewenang untuk mengambil manfaat sesuatu yang halal diambil manfaatnya dalam keadaan masih tetap/utuh barangnya untuk dikembalikan lagi.
Kata  عارية BERASAL DARI عار
Yang artinya “pergi dan datang kembali dengan cepat”. Ariyah pada asal hukumnya adalah SUNNAH, karena sangat dirasa keperluannya.Dan terkadang hukumnya bisa menjadi wajib, seperti misalnya meminjamkan pakaian yang disitulah syahnya sholat , meminjamkan sesuatu penyelamat orang tenggelam, atau meminjamkan alat menyembelih binatang dimuliakan syara’ yang dikhawatirkan ( segera ) mati.
Barang pinjaman kalau hilang atau rusak, menjadi tanggungan orang yang meminjam dengan harga pada hari rusaknya.
Pinjam ini wajib dikembalikan kepada yang meminjamkan, sabda Nabi Saw:
عن ابى هريره رضى الله عنه قا ل : قا ل ر سو ل الله صلى الله عليه وسلم : ا د الا ما نة الا من ائتمنك , ولا تخن من خا نك.
( رواه الترمزي و ابو داود )
Artinya : Dari Abu Hurairah R.A : Bahwasanya Rasulullah SAW. Bersabda: “Tunaikanlah / Kembalikanlah barang amanat itu kepada orang yang telah memberikan amanat kepadamu, dan janganlah kamu menyalahi janji (berkhianat) walaupun kepada orang yang pernah menyalahi janji kepadamu”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

2.    Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam                                                      

a.      Rukun
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun ariyah hanyalah ijab dari yang meminjamkan barang. Sedangkan qabul bukan merupakan rukun Ariyah. Menurut Ulama Syafi’iyah, dalam Ariyah disyaratkan adanya lafazh shighat akad, yakni ucapan ijab dan qabul dari peminjam dan yang meminjamkan barang pada waktu transaksi sebab memanfaatkan milik barang yang bergantung pada adanya izin.
Secara Umum jumhur Ulama fiqh menyatakan bahwa rukun ariyah ada empat, yaitu:
-          Mu’ir (peminjam)
-          Musta’ir (yang meminjamkan)
-          Mu’ar (barang yang dipinjam)
-          Shighat, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
b.     Syarat
-          Syarat orang yang meminjam dan yang meminjamkan ialah baliqh, berakal dan melakukannya dengan kemauannya.
-          Manfaat barang yang dipinjamkan harus merupakan milik orang yang meminjamkan. Oleh karena itu orang yang meminjamkan sesuatu barang tidak boleh meminjamkan barang itu kepada orang lain.
-          Orang yang meminjam suatu barang, hanya dibolehkan mengambil manfaatnya menurut apa yang diijinkan oleh orang yang meminjamkan.
-          Mengembalikan barang pinjaman, kalau dibutuhkkan ongkos, maka ongkosnya atas tanggungan peminjam.
-          Pinjaman yang dibatasi waktunya, setelah habis waktunya, si peminjam wajib segera mengembalikannya. Pengambilan manfaat setelah lewat batas waktu yang ditentukan, adalah diluar ikatan pinjam meminjam. Hilang atau rusaknya barang yang dipinjamkan penuh atas tanggungan yang meminjamkan.
-           
Dan dalam hal Ulama fiqh mensyaratkan dalam akad ariyah sebagai berikut:
a.       Mu’ir berakal sehat
Dengan demikian, orang gila dan anak kecil yang tidak berakal tidak dapat meminjamkan barang. Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan sudah baligh. Sedangkan ulama lainnya menambahkan bahwa yang berhak meminjamkan adalah orang yang dapat berbuat kebaikan sekehendaknya, tanpa dipaksa, bukan anak kecil, bukan orang bodoh, dan bukan orang yang sedang pailit (bangkrut).
b.      Pemegangan barang oleh peminjam
Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan, yang dianggap sah memegang barang adalah peminjam, seperti halnya dalam hibah.
c.       Barang (musta’ar) dapat dimanfaatkan tanpa merusak zatnya jika musta’ar tidak dapat dimanfaatkan, akad tidak sah.
Para Ulama telah menetapkan bahwa ariyah dibolehkan terhadap setiap barang yang dapat diambil manfaatnya dan tanpa merusak zatnya, seperti meminjamkan tanah, pakaian, binatang, dan lain-lain.

C. Hukum (Ketetapan) Akad Ariyyah.

a)      Meminjamkan sesuatu hukumnya sunnat, malah terkadang menjadi wajib, seperti meminjamkan sampan untuk menyelamatkan orang yang akan hanyut tenggelam, dan kadang-kadang haram meminjamkan, seperti meminjamkan rumah untuk tempat maksiat dan sebagainya.
b)      Orang yang meminjamkan sewaktu-waktu boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan.
c)      Sesudah yang meminjam mengetahui, bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan aqadnya, dia tidak boleh memakai barang yang dipinjamkannya.
d)     Pinjam-meminjam tidak berlaku (batal) dengan matinya atau gilanya salah seorang dari peminjam atau yang meminjamkan.
Menurut kebiasaan (urf), Ariyyah dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara hakikat dan secara majaz.
a)      Secara hakikat
Ariyyah adalah meminjamkan barangyang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak zat nya. Menurut Malikiyah dan Hanafitah, hukumnya adalah manfaat bagi peminjam tanpa ada pengganti apapun, atau peminjam memiliki sesuatu yang semakna dengan manfaat menurut kebiasaan.
Al-Khurkhi, ulama Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ariyyah adalah kebolehan untuk mengambil manfaat dari suatu benda.
Dari perbedaan pendapat di atas, dapat ditetapkan bahwa menurut golongan pertama, barang yang dipinjam (Musta’ar) boleh dipinjamkan kepada orang lain, menurut Imam Malik, sekalipun tidak diizinkan oleh pemiliknya asalkan digunakan sesuai fungsinya. Akan tetapi, ulama Malikyah melarangnya jika peminjam tidak mengizinkannya.

b)      Secara Majazi
Ariyyah secara majazi adalah pinjam-meminjam benda-benda yang berkaitan dengan takaran, timbangan, hitungan, dan lain-lain, seperti telur, uang, dan segala benda yang dapat diambil manfaatny, tanpa merusak zatnya. Ariyyah pada benda-benda tersebut harus diganti dengan benda yang serupa atau senilai. Dengan demikian, walaupun termasuk ariyyah, tetapi merupakan ariyyah secara majazi, sebab tidak mungkin dapat dimanfaatkan tanpa merusaknya. Oleh karena itu, sama saja antara memiliki kemanfaatan dan kebolehan intuk memanfaatkannya.

D. Hak Memanfaatkan Barang Pinjaman (Musta’ar)

Jumhur ulama selain Hanafiah berpendapat bahwa musta’ar dapat mengambil manfaat barang sesuai dengan izin mu’ir (orang yang memberi pinjaman).
Adapun ulama Hanafiah berpendapat bahwa kewenangan yang dimiliki oleh musta’ar bergantung pada jenis pinjaman, apakah mu’ir meminjamkannya secara terikat (muqayyad) atau mutlak.
a.        Ariyaah mutlak
Ariyyah mutlak, yaitu pinjam-meminjam barang yang dalam akadnya (transaksi) tidak dijelaskan persyaratan apapun, seperti apakah pemanfaatannya hanya untuk peminjam saja atau dibolehkan orang lain, atau tidak dijelaskan cara penggunaannya. Sebaliknya, jika penggunaannya tidak sesuai kebiasaan dan barang pinjaman rusak, peminjam harus bertanggung jawab.
b.      Ariyyah muqayyad
Ariyah muqayyad adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan kemanfatannya, baik disyaratkan pada keduanya maupun salah satunya. Hukumnya, peminjam harus sedapat mungkin untuk menjaga batasan tersebut. Hal ini karena asal dari batas adalah menaati batasan, kecuali ada kesulitan yang menyebabkan peminjam tidak dapat mengambil manfaat barang tersebut. Dengan demikian, dibolehkan melanggar batasan tersebut apabila kesulitan untuk memanfaatkannya.

E.    Sifat ariyyah
Ulama Hanafiah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa hak kepemilikan peminjam atas barang adalah hak tidak lazim, sebab merupakan kepemilikan yang tidak ada penggantinya. Pada hibah, misalnya bisa saja mu’ir (orang yang meminjamkan) mengambil barang yang dipinjamkannya kapan saja, sebagaimana peminjam dapat mengembalikannya kapan saja, baik pinjam-peminjam itu bersifat mutlak atau dibatasi waktu, kecuali ada sebab-sebab tertentu, yang akan menimbulkan kemadaratan saat pengembalian barang tersebut seperti kalau dikembalikan kepada waktu yang telah ditentukan barang akan rusak atau seperti orang-orang yang meminjam tanah untuk mengubur mayat yang dihormati, maka mu’ir tidak boleh meminta kembali tanah tersebut dan sipeminjam pun tidak boleh mengembalikannya sebelum jenazah berubah menjadi tanah.
Alasan mereka aantara lain bahwa ariyyah adalah transaksi yang dibolehkan, sebagai mana sabda nabi.
“pemberian itu ditolak sedang pinjam-meminjam adalah (suatu akad) yang dikembalikan” (HR. Ibnu ‘Addy)
Menurut pendapat yang paling masyhur dari ulama Malikiyah, mu’ir tidak dapat meminta barang yang dipinjamkannya sebelum peminjam dapat mengambil manfaatnya.
F.     Ihwal Ariyyah, Apakah Tanggungan atau Amanat
Ulama Hanafiah berpendapat bahwa barang pinjaman itu merupakan amanat bagi peminjam, baik dipakai maupun tidak. Dengan demikian, dia tidak menanggung barang tersebut jika terjadi kerusakan, seperti juga dalam sewa-menyewa atau barang titipan, kecuali bila kerusakan tersebut disengaja atau disebabkan kelalaian. Hal ini karena tanggungan tidak dibebankan kepada mereka yang bukan pelaku. Selain itu, peminjam pun dikategorikan sebagai orang yang menjaga milik orang, hal itu termasuk kebaikan bagi pemilik.

G.      Hikmah

Hikmahnya dapat mencukupi keperluan seseorang terhadap manfaat sesuatu barang yang tidak ia miliki.

                                                            

C. Sewa Menyewa( Ijarah)

1. Pengertian
Menurut etimologi, ijarah adalah  بيع المنفعة (menjual manfaat).Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain. Demikian pula artinya menurut terminologi syara’. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan dikemukakan beberapa definisi ijarah menurut pendapat beberapa ulama fiqih:
a. Ulama Hanafiyah:                      
Artinya:
“Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”
b. Ulama Asy-Syafi’iyah:
عقد على منفعة مقصودة معلومة مباحة قابلة للبذل والاءباحة بعوض معلوم.
Artinya:
“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.”
c. Ulama Malikiyah dan Hanabilah:
تمليك منافع شىء مباحة مدة معلومة بعوض.
Artinya:
“Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.”
Ada yang menterjemahkan, ijarah sebagai jual beli jasa (upah-mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menterjemahkan sewa-menyewa, yakni mengambil manfaat dari  barang. Jadi ijarah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ijarah atas jasa dan ijarah atas benda.
Jumhur ulama fiqh berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu bukan manfaatnya, tetapi bendanya. Namun sebagian ulama memperbolehkan mengambil upah mengajar Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan agama, sekedar untuk memenuhi kaperluan hidup, karena mengajar itu telah memakai waktu yang seharusnya dapat mereka gunakan untuk pekerjaan mereka yang lain.

2. Landasan Syara’ atau Dasar Hukum Ijarah.


Hampir semua ulama fiqh sepakat bahwa ijarah disyari’atkan dalam Islam. Namun ada sebagian yang tidak menyepakati dengan alasan bahwa ijarah adalah jual-beli barang yang tidak dapat dipegang (tidak ada). Sesuatu yang tidak ada tidak dapat dikategorikan jual beli.
Landasan ijarah menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Artinya:
Jika mereka menyusukan  (anak-anakmu)untukmu, maka berikanlah mereka upahnya.”  (QS. Ath-Thalaq: 6)
b. As-Sunnah
Artinya:
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibn Majah dari Ibn Umar)
c. Ijma’
Umat Islam pada masa sahabat telah berijma’ bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.

3. Rukun Ijarah

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah  itu hanya satu, yaitu ijab (ungkapan menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa-menyewa), antara lain dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-ikhtira’, dan al-ikra. Adapun menurut jumhur ulama mengatakan bahwa rukun ijarah ada empat (4), yaitu:
1.      ‘Aqid (orang yang berakad)
2.      Shighat akad
3.      Ujrah (upah)
4.      Manfaat
a.       Manfaat yang berharga
b.      Keadaan manfaat dapat diberikan oleh yang mempersewakan.
c.       Diketahui kadarnya, dengan jangka waktu seperti menyewa rumah satu bulan atau satu tahun, atau diketahui dengan pekerjaan, seperti menyewa mobil dari Jakarta sampai ke Bogor.
Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa orang yang berakad, sewa/imbalan, dan manfaat, termasuk syarat-syarat ijarah, bukan rukunnya.

4. Syarat-Syarat Ijarah

a.       Al-Muta’aqidain (kedua orang yang berakad).
§  Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah: baligh dan berakal.
§  Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah: tidak harus mencapai baligh, anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijarah dan dianggap sah apabila disetujui oleh walinya.
b.      Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaan untuk melakukan akad ijarah.
c.       Manfaat yang menjadi obyek ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari.
d.  Obyek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
e.   Obyek ijarah adalah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’.
f.   Yang disewakan adalah bukan suatu kewajiban bagi penyewa.
g.  Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah, mobil, dan hewan tunggangan.
h.  Upah/sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.
i.   Ulama Hanafiyah mengatakan sewa/upah itu tidak sejenis dengan manfaat yang disewa.
5. Sifat Ijarah
Para ulama fiqh berbeda pendapat tentang sifat ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa akad ijarah itu mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat ini terlihat dalam kasus apabil;a salah seorang meninggal dunia, maka akad ijarah batal, karena manfaat tidak boleh diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa manfaat itu boleh diwariskan karena termasuk harta (al-mal). Oleh sebab itu, kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalakn akad ijarah.

6. Hukum Ijarah

Hukum ijarah shahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud ‘alaih, sebab ijarah termasuk jual beli pertukaran, hanya saja dengan kemanfaatan.
Adapun hukum ijarah rusak, menerut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad. Ini bila kerusakan tersebut terjadi pada syarat. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak memberitahukan jenis pekerjaan perjanjiannya, upah harus diberikan semestinya.
Jafar dan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa ijarah  fasid sama dengan jual beli fasid, yakni harus dibayar sesuai dengan nilai atau ukuran yang dicapai oleh barang sewaan.

7. Macam-Macam Ijarah

a.       Ijarah yang bersifat manfaat, umpamanya adalah sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian, dan pehiasan. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan syara’ untuk dipergunakan, maka para ulama sepakat menyatakan boleh dijadikan objek sewa-menyewa, jadi penyewaan barang-barang tersebut tergantung pada kemanfaatannya.
b.      Ijarah yang bersifat pekerjaan (jasa) ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Menurut para ulama ijarah ini hukumnya boleh apabila pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, tukang sepatu dan lain-lain. Ijarah ini ada yang bersifat pribadi seperti menggaji pembantu rumah tangga, dan ada yang bersifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak, seperti tukang sepatu, tukang jahit dan lain-lain. Kedua bentuk ijarah ini menurut para ulama fiqh hukumnya boleh.

8. Perbedaan Diantara Yang Akad

Seringkali terjadi perbedaan pendapat diantara kedua pihak yang melakukan akad (sewa-menyewa) tentang jumlah upah yang harus diterima atau diberikan padahal ijarah dikategorikan shahih, baik sebelum jasa diberikan maupun sesudah jasa diberikan.
Apabila terjadi perbedaan sebelum diterimanya jasa, keduanya harus bersumpah, sebagaimana disebutkan pada hadist Rasulullah s.a.w.:
اذا اختلف المتبايعان تحالفا وترادا. (رواه اصحاب السنن الاربعة واحمد والشافع)
Artinya:
“Jika terjadi perbedaan di antar orang yang berjual beli, keduanya harus saling bersumpah dan mengembalikan.” (HR. Ashab Sunan Al-Arba’ah, Ahmad, dan Imam Syafi’I)
Hadist tersebut meskipun berkaitan dengan jual-beli, juga relevan dengan ijarah. Dengan demikian, jika keduanya bersumpah, ijarah menjadi batal.

9. Berakhirnya Akad ijarah

Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad ijarah akan berakhir apabila:
Ø  Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir.
Ø  Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad, karena kad ijarah, menurut mereka, tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad ijarahtidak batal dengan wafatnya salah seorang berakad, karena manfaat, menurut mereka, boleh diwariskan dan ijaraha sama denganjual beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.
Ø  Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar.
Ø  Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak, maka akad iajarah batal. Uzur-uzur yang dapat membatalkan akad  ijarah itu, menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak jatuh muflis, dan berpindah tempatnya penyewa, misalnya, seorang digaji untuk menggali sumur disuatu desa, sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah kedesa lain. Akan tetapi, menurut jumhur ulama, uzur yamng boleh mebatalkan akad ijarah itu hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaatnya yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.





BAB III PENUTUP

Kesimpulan

  • jual beli menurut istilah adalah tukar menukar sesuatu barang dengan barang lain atas dasar suka sama suka dengan syarat dan rukun tertentu.Hukum jual beli adalah jaiz/mubah (dibolehkan)
·         Pinjam meminjam  ialah membolehkan kepada orang lain mengambil manfaat sesuatu yang halal untuk mengambil manfaat nya dengan tidak merusak zat-Nya, dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya dalam keadaan tetap tidak rusak zat-Nya. pinjam meminjam itu pada hakikatnya boleh-boleh saja, asalkan tidak pinjam meminjam dalam berbuat kemaksiatan dan dosa.Barang pinjaman kalau hilang atau rusak, menjadi tanggungan orang yang meminjam dengan harga pada hari rusaknya.
  • Ijarah adalah salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain dengan ada imbalannya atau upahnya.
  • Dalam memaknai ijarah itu sendiri banyak perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Namun intinya mereka menyetujui adanya ijarah setelah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh masing-masing para ulama, sehingga meskipun terjadi perbedaan didalamnya selalu ada pemecahan persoalan terhadap permasalahan-permasalan yang timbul dikarenakan hal-hal yang terkait dengan ijarah itu sendiri.




Daftar Pustaka

·         DR. Rachmat Syafe’I, MA. Fiqih Muamalah. Bandung 2000. Hal: 13-16


·         Drs.H.Hendi Suhendi,M.Si. Fiqh Muamalah. Jakarta 2002.  hal: 9-12


·         Drs. Ghufron A.Mas’adi,M.Ag. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta 2002. hal: 20-32


·         Drs.Hendi Suhendi,M.Si. Fiqh Muamalah. Jakarta 2002.hal: 34-35


·         Drs.Ghufron A.Mas’adi,M.Ag.Fiqih Muamalah Kontekstual. Jakarta 2002.  hal: 53-66


·         Drs.Ghufroh A.Mas’adi,M.Ag.Fiqih Muamalah Kontekstual.Jakarta 2002. hal: 75-108


·         Prof.DR.Shalih Bin Ghanim As-Sadlan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid. Intisari Fiqih Islam. Surabaya 2007. hal: 145-161
                                                                                                                                                                    











2 komentar:

  1. Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi hingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun profit,bergabung sekarang juga dengan kami
    trading forex fbsasian.com
    -----------------
    Kelebihan Broker Forex FBS
    1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
    2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
    3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
    4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
    5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL Indonesia dan banyak lagi yang lainya
    Buka akun anda di fbsasian.com
    -----------------
    Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
    Tlp : 085364558922
    BBM : fbs2009

    BalasHapus

  2. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus